February 10, 2011

Personal Writing: Confession #2

Sore ini belum gelap. 
Tapi aku sudah menghidupkan bola cahaya di kamarku. Bukan bermaksud pemborosan, aku hanya ingin diselimuti terang. Akhir-akhir ini begitu banyak hal yang memaksaku berkata, “aku sendirian”. Kedengarannya cukup menyedihkan, karena pada kenyataannya aku dikelilingi banyak orang. Tapi kata “sendirian” benar-benar tergambar jelas di benda bersegmen yang ada di dalam kepalaku. 

Aku sendirian tanpa dia. 
Aku sendirian tanpa dia. 
Aku sendirian tanpa dia. 
Bahkan aku bisa mengucapkannya 997 kali lagi hanya untuk membuatku semakin tampak menyedihkan. Tapi aku rasa tiga kali saja sudah cukup. Tak perlu menjadi begitu menyedihkan di dunia yang akan segera kiamat ini. Sebenarnya ini bukan soal dia. Ini soal aku. Dan kehidupanku yang sepi tanpa dia. 

Bukan bermaksud melebih-lebihkan, tapi aku benar bisa merasakan apa yang dirasakan Bella saat Edward dan keluarga Cullens lainnya terpaksa meninggalkan Forks. Duduk terdiam memandang ke luar jendela selama berbulan-bulan hanya untuk berharap Edward tiba-tiba muncul di jendela kayunya. Tapi Bella masih lebih beruntung karena ada yang dia tunggu dan ada yang ia yakini akan kembali padanya. Sedangkan aku, aku bahkan tak yakin dengan yang aku tahu tak akan pernah datang. Yang aku tahu hanyalah aku sedang menunggu. Entah akan berapa lama tapi kurasa akan benar-benar membosankan. Aku sadar betapa bodohnya aku. Padahal aku sudah menanamkan sebaris lirik lagu Maroon 5 dalam-dalam di otakku. Aku sekarang bahkan masih bisa mendengarkan Adam Levine dan Rihanna bersahut-sahutan mengatakan “If I never see your face again, I don’t mind”. Tapi yang terjadi?
Aku sangat ingin menurut dengan apa yang Hilary Duff katakan tentang percaya pada diri sendiri.
It doesn’t matter what people sayAnd it doesn’t matter how long it takesBelieve in yourselfAnd you’ll fly highAnd it only matters how true you areBe true to yourself and follow your heart
Ya Tuhan, aku sangat ingin percaya pada diriku sendiri. Percaya bahwa aku ga perlu menunggu dia atau entah apapun itu untuk melanjutkan hidupku yang sangat indah ini. Tapi aku ga ingin menjadi sepolos Duff yang bahkan masih yakin bahwa ia menjadi kuat di saat yang lainnya lemah karena percaya dalam kegelapan sekalipun tetap ada seseorang yang memperhatikan dia. Menyedihkan. Aku ga ingin dan ga akan menjadi sepolos itu. Ya, ga akan pernah.

Perlu waktu untuk memahami semua kerumitan ini. Tiba-tiba suara Kyle Patrick bernyanyi di telingaku. Mengingatkanku akan semua kesendirian, kesunyian, dan kekosongan ini. It’s empty. Ya, benar sekali.

I’m empty just because thinking of one silly thing called you. Why’d you steal my heart and run away when I think I love this part? You’re just like the baddest thing ever that I don’t know how could be so contagious. Where’d I go wrong until you’re being as cruel as Hitler to me? You know, today December 19th , I have no feeling bout you. Guess it’s just a stupid part of my life, met you and fell in love..

Aku benar-benar bahagia mengatakan semua ini. Persis seperti yang dirasakan Iris saat akhirnya bisa mengatakan ia tak lagi mencintai Jasper. Apapun yang terjadi nantinya, yang aku tahu aku ga akan pernah menunggu lagi..

0 comments:

Post a Comment