April 22, 2011

Personal Writing: Twelve-minutes Dream: My Breathtaking Man

Entah kenapa akhir-akhir ini aku sering tertidur tiba-tiba dan bermimpi dalam tidur yang sekejap itu. Bukannya aku begadang semalaman sampai aku tertidur di pelajaran kesayanganku atau aku kelebihan asupan karbohidrat saat makan siang sampai-sampai melewatkan penjelasan dosenku tentang pengisian trial balance. Aku tertidur begitu saja, tanpa sebab, misterius sekali rasa kantuk yang kuderita belakangan ini. Aku tak tau bagaimana awalnya tapi tiba-tiba saja aku sudah berada di padang ilalang setinggi pinggangku. Dan perasaanku lantas menjadi… aneh? Entahlah, rasanya antara bahagia, was-was, takut, berlubang (terserah bagaimana kau mengartikannya, yang pasti rasanya seolah hidupku berlubang), dan sedikit kehilangan arah. Bila kau kesulitan membayangkan bagaimana rasanya, well bayangkanlah kau kehilangan cinta pertamamu.

Lalu angin berdatangan dari segala penjuru arah membuat tanah di bawahku serasa bergetar tanpa aku tau sebabnya. Dan aku ingin berlari tapi langkahku tercekat oleh sebuah bayang semu di depan gate keberangkatan bandara (bandara? well, ini mimpi. semua hal aneh seperti gate keberangkatan bandara di tengah padang ilalang yang kosong, tentu saja, dihalalkan). Bayang itu menatap tajam tepat ke dalam pupil mataku. Bukan! Bayang itu menatap tajam tepat ke dalam hatiku. Tapi rasanya bukan menatap tajam dengan sadis atau apalah istilahnya untuk jenis tatapan jahat. Tatapannya antara memohon, meminta maaf, dan sedikit menyalahkan. dan pada detik berikutnya aku ingin sekali berlari ke arahnya tapi angin mendadak menjadi dua kali lipat lebih kencang dan aku terjatuh di antara ilalang. Selanjutnya yang masih dapat kulihat hanyalah ilalang saling bertautan dengan alaminya. Bayang itu entahlah, tak terlihat lagi dan yang terjadi berikutnya aku menangis begitu pilu. aku takut kehilangan bayang itu, amat sangat takut sampai tangisku tak bisa berhenti. Aku merasa sangat bodoh dan rasanya aku ingin pingsan saja. Aku ingin pingsan saja.

Tapi sedetik kemudian bayang itu menjadi begitu nyata di depan mataku. Bayang itu punya dua mata yang sangat indah, berwarna coklat dan tajam sekali. bayang itu juga punya hidung yang lekuknya amat sempurna seolah Sang Maestro menumpahkan segala kesempurnaannya pada bentuk ini. dan bibirnya, bayang itu punya bibir tipis dan merah muda, yang membuat siapapun bakal rela melompat dari ujung niagara falls hanya untuk dapat menyentuhnya. Aku tak sedang bermain dengan majas hiperbola, tapi bayang itu, well, hampir sempurna.

Untuk pertama kalinya jantungku berhenti berdetak. Dan entah dari mana asalnya, Teenage Dream versi Darren Criss terdengar sayup-sayup di sekitarku. Detik itu yang aku tau, rasa takut dan was-was tak beralasanku tadi lenyap begitu saja. Detik itu yang aku tau, hatiku yang berlubang telah menemukan penambalnya. detik itu yang aku tau, tangisku berhenti tak bersisa. Detik itu yang aku tau, angin-angin kencang itu bukannya membuatku jatuh tapi membuatku menjadi spotlight segala ilalang yang menjadi penari latarku. Detik itu yang aku tau, bayang itulah alasan ini semua terjadi. aku, masih terduduk di tengah ilalang dengan ujung-ujung rokku yang terpilin kecil-kecil. Dan bayang itu, duduk di depanku dengan jarak tiga jengkal menatapku begitu dalam. Breathtaking scene. Aku perlu tiga kata untuk kukatakan. Aku-butuh-oksigen. Aku tak tau harus melakukan apa, sampai dia menyentuh ujung jariku dan aku tau aku harus menatap balik ke dalam matanya.
Bernapaslah”, ucapnya. Aku sudah lama tak bernapas.
Jadi kukatakan, aku tak bisa. 

Seketika itu bayang itu menjadi suatu bentuk nyata, seseorang yang telah hilang begitu lama, pria sempurnaku. Semua terjadi begitu cepat dan lengannya sudah melingkar di leherku dan aku bisa mencium parfumnya.

Bernapaslah
“Aku takkan bisa”
Itu salahku
“Bagaimana bisa ini salahmu?”
Aku membawa napasmu pergi denganku
“Tapi, mengapa?”
Karena aku tak sanggup bernapas hanya dengan napasku saja saat kau tak bersamaku”
Bernapaslah, aku tak akan mengambilnya lagi darimu”
“Kau bisa mengambilnya, aku tak membutuhkannya lagi”
Kau butuh napasmu”
“Tidak, aku tak butuh napasku. Aku sudah punya kau”

Napasku sudah kembali, tapi aku tak perlu menghelanya. Napasku sudah kembali dan aku tengah memeluknya.
Menit keduabelas telah berakhir. Aku memeluknya erat-erat dan segalanya menjadi bergoyang di pelukanku. Aku menoleh dan teman-temanku tengah tertawa dalam diam. Aku tertidur 12 menit.

April 18, 2011

April 17, 2011

Personal Writing: What's Love?

“You’re everyminute of my everyday..”
Saat mengatakannya, seolah-olah ia adalah segalanya. Padahal aku tahu, he’s just an ordinary boy. Tapi inilah yang terjadi. Saat sesuatu yang bernama cinta itu datang, everything’s changing and I don’t feel the same. Dan aku mulai berpikir, he’s mystery, he’s from outer space. Semuanya terasa begitu mudah dan saat menatapnya aku hanya tahu ingin jadi manusia macam apa. Atau paling tidak membuatku berpikir apa aku sudah cukup pantas berdiri di hadapnya.

Aku bukan novelis drama romantis dan aku tak pernah merasa cukup pintar berbicara tentang cinta. Tak seperti Shakespeare yang bisa membuat seluruh dunia menangis dengan Romeo-Julietnya. Bukan pula sehebat Stephenie Meyer yang bisa dengan mudah mengalirkan kata-kata puitis lewat bibir vampire 108 tahun pada Isabella Swan dalam balutan Saga Twilight-nya. Aku juga tak sepintar Jack Dawson yang menemukan kata-kata “Bila kau melompat, aku juga melompat”, untuk membuat seorang Rose Dewitt Buckater kehabisan air matanya di tengah lautan Atlantik. Tapi cinta datang dan mengubahku.

Barangkali cinta bisa memunculkan sesuatu , kemampuan, atau sifat-sifat rahasia yang tak kita sadari sedang bersembunyi di dalam tubuh kita, seperti kata Andrea Hirata. Tiba-tiba aku menjadi sebegitu lancar berbicara tentang cinta, bagai seorang afasia yang mendapat keajaiban dari Tuhan. Bila sudah begini, I just wish that I can make a lachrimose story. Karena seumur hidupku, aku baru satu kali menemukan kata-kata yang –bagiku- cukup mengesankan.. 
“Aku berharap bisa menjadi kamikaze atau apapun itu untuk menjagamu selamanya”
Credit: popsugar
Cinta. Aku ingin tahu dari apa cinta dibuat. Formula macam apa yang dikandungnya hingga membuat Ricardo Izecson “kaka” Dos Santos Leite tak pernah berpaling dari Caroline, yang membuat Charlie menolak mentah-mentah pabrik coklat raksasa Willy Wonka demi keluarga sederhananya, yang membuat seluruh rakyat Argentina menangis saat pahlawan negara mereka gugur hingga menginspirasi Paul Mauriat merangkai nada-nada menjadi lagu Don’t Cry for Me Argentina yang melegenda, yang sampai membuat Raja Louis 16 menghabiskan kekayaan negara untuk menghiasi istrinya, Marie Antoniette, dengan emas, kristal, dan berlian yang tak terkira, juga membuat seorang pria di China begitu sabar merawat istrinya yang koma selama 32 tahun hingga sadar di pertengahan November 2008 kemarin. Aku benar-benar ingin tahu. Bila saja kloning itu legal, orang pertama yang aku pilih untuk di-klon adalah Einstein. Aku ingin lihat apa pria berambut putih yang unik itu cukup pintar menjelaskan padaku formula cinta seperti saat ia menjelaskan teori relativitas E=mc2 pada para ilmuwan sedunia. Aku tak yakin soal itu. Ia mungkin pintar soal sains, tapi soal cinta?

Beryllus. Sedikit mengutip kata-kata Forest Gump dengan perubahan seperlunya. “Cinta itu seperti sekotak coklat, kita tidak akan pernah tahu apa yang kita hadapi”. Ya, itu benar. Satu hal yang aku tahu tentang cinta. Cinta tak selamanya bicara tentang sepasang kekasih. Cinta juga tak selalu tentang kata-kata romantis dan kecupan sayang. Tapi hidup selalu tentang cinta. Ke Antartika pun kamu berlari, di sanalah cinta akan menunggumu. Aku tak butuh rumus yang rumit atau teknologi paling mutakhir untuk menjelaskan mengapa hidup ini selalu tentang cinta. Karena cinta bukan eksak. Dan cinta adalah sebuah misteri kecil yang hanya bisa diungkap oleh mereka yang mencintai cinta. Satu hal lagi, kadangkala cinta memang menyebalkan saat kamu mendapati dia mengatakan benci. Tapi kamu harus tahu, itulah cinta yang sesungguhnya. Tak perlu diucapkan berulangkali karena cinta tak butuh publikasi.

Personal Writing: Saat Kita Bukan Lagi Aku dan Kamu

Dari sekian milyar nama yang ada di dunia ini, aku memilih namamu untuk kusimpan di dalam hatiku. 
Bukan hanya cinta yang ada di sini. Yang ada di sini lebih dari itu. Yang ada di sini selalu membisikkan nama kita di setiap nafas yang kuhela. Yang ada di sini selalu membuatku sadar di setiap pagi-pagi kelabuku bahwa aku masih memiliki bayangmu untuk aku berpegang menjalani apa yang akan terjadi hari ini dan esok. Dan yang ada di sini menyanyikan serenade yang tak pernah kita dengar sebelumnya. Perlukah kita mengatakan ini hanya bagian dari imajinasi? Semacam making-world yang hanya ada di cerita Alice in the Wonderland, di mana segalanya bisa terjadi hanya dengan satu jentikan jari. Akankah kita terus menganggap ini imajiner? Bahwa aku dan kamu selalu ada di ruang yang berbeda dan tak akan pernah menemukan koridor yang menyatukan kita berdua. Tahukah kamu, aku selalu berpikir ini hari ulang tahunku setiap kali kamu tersenyum padaku dengan caramu. Membuatku memandangmu sebagai hadiah terindah Tuhan untukku, tanpa pita, tapi seindah siluet senja di langit barat. Tak inginkah kita mengabaikan dunia dalam 1 menit saja untuk sekedar saling bertatapan dengan cara kita masing-masing dan mendefinisikan kata “kita” sebenarnya? Aku tak ingin hanya berdiri di sini menatap punggungmu yang menjauh dan terus berharap dalam diam bahwa kamu akan menoleh ke belakang untuk satu kali saja. Apa yang akan kamu pilih untuk diucapkan?
Ini bukan dunia kita
atau
Maukah kamu menemaniku di dunia kita?
Berjanjilah, apapun yang kamu ucapkan, kata “kita” akan selalu ada. Meski “kita” bukan lagi berarti aku dan kamu. Tapi paling tidak biarkan aku memejamkan mata saat kamu mengatakannya, membayangkan itu masih “kita” yang dulu. Dan jangan bangunkan aku sebelum kamu benar-benar pergi dan tak akan pernah menoleh lagi.

April 10, 2011

Favorites: 'Never Let Me Go'


“Oh, I don't know what it is but I have feelings for her that I cannot just ignore, my glorious ballet dancer.”
- Never Let Me Go, Kazuo Ishiguro

This movie just got me thinking, 
that maybe it is lovewhen you just say nothing seeing the one you love being with somebody else, until the day they realize that you never once left their sides.

April 2, 2011

Personal Writing: 1st Time Ever I Cried Like A Baby

1st time ever I cried like a baby was not when I got C on my fave major. Or when I broke up with my bf. Or even when I watched a very sad movie. 1st time ever I cried like a baby is when I sang Can’t Smile Without You in my bed room with the song played through my headphone. I feel like I do really can’t smile without you, mom. Yea, I sang that song for my mom. She’s having a trip to Solo while me staying in Medan. I know it’s common thing. Since 4 years ago my mom has not been stayed with me permanently. But this time it feels so hard for me to be left here.

Idk why I did cry? I just cried and cried along the night. The song played in repeat and I kept cry like a baby. I feel like, God, I miss my mom so bad. I just can’t smile without her. It’s normal, right? I’m still 18. I want my mom stay by my side, seeing her face every morning, singing some old songs or her fave The Ting Ting’s songs together everyday, talking about my school thingy or some stories of her childhood, cooking anything together, or watering the plants outside twice a day. But life has changing every time I open my eyes in the morning. I’m studying in a university now, not in a two-floored building called high school. Now I’m living several years of my life in Medan. My mom lives in Aceh where my Dad has been worked since 9 years ago, sometimes she’s spending her time with me in Medan, or sometimes in Solo visiting my auntie and my grans’s graves. I tryna to be such an independent girl but you know it’s not easy. I still cry when I get a fever or sore throat. And sometimes I still can’t choose what clothes to wear today. Thanks God, I have my brother and sister here. Brother who takes me to the campus when I woke up late in the morning. And sister who cooks very delicious breakfast everyday.

But I still can’t smile without my beloved mom. I love her so much, I love her like the orchid loves the sun. Like the peoples love their wise Queen. Like the lover loves the idol. I love you mom, I always do, you know it’s true. I just can’t find somebody who can inspires me the way you do. You’re my superwoman, my own superhero, my everything. I want you to know it is not easy to stay so far away from you. I miss you like crazy. I miss your smile, I miss your laugh, and the way you say,” I love you, my daughter”.
You know I can't smile without you,

I can't smile without you,
I can't laugh and I can't sing,
I'm findin' it hard to do anything.
You see, I feel sad when you're sad,
I feel glad when you're glad,
If you only knew what I'm going through,
I just can't smile without you
Well, I’m crying right now. Like a baby.