April 17, 2011

Personal Writing: What's Love?

“You’re everyminute of my everyday..”
Saat mengatakannya, seolah-olah ia adalah segalanya. Padahal aku tahu, he’s just an ordinary boy. Tapi inilah yang terjadi. Saat sesuatu yang bernama cinta itu datang, everything’s changing and I don’t feel the same. Dan aku mulai berpikir, he’s mystery, he’s from outer space. Semuanya terasa begitu mudah dan saat menatapnya aku hanya tahu ingin jadi manusia macam apa. Atau paling tidak membuatku berpikir apa aku sudah cukup pantas berdiri di hadapnya.

Aku bukan novelis drama romantis dan aku tak pernah merasa cukup pintar berbicara tentang cinta. Tak seperti Shakespeare yang bisa membuat seluruh dunia menangis dengan Romeo-Julietnya. Bukan pula sehebat Stephenie Meyer yang bisa dengan mudah mengalirkan kata-kata puitis lewat bibir vampire 108 tahun pada Isabella Swan dalam balutan Saga Twilight-nya. Aku juga tak sepintar Jack Dawson yang menemukan kata-kata “Bila kau melompat, aku juga melompat”, untuk membuat seorang Rose Dewitt Buckater kehabisan air matanya di tengah lautan Atlantik. Tapi cinta datang dan mengubahku.

Barangkali cinta bisa memunculkan sesuatu , kemampuan, atau sifat-sifat rahasia yang tak kita sadari sedang bersembunyi di dalam tubuh kita, seperti kata Andrea Hirata. Tiba-tiba aku menjadi sebegitu lancar berbicara tentang cinta, bagai seorang afasia yang mendapat keajaiban dari Tuhan. Bila sudah begini, I just wish that I can make a lachrimose story. Karena seumur hidupku, aku baru satu kali menemukan kata-kata yang –bagiku- cukup mengesankan.. 
“Aku berharap bisa menjadi kamikaze atau apapun itu untuk menjagamu selamanya”
Credit: popsugar
Cinta. Aku ingin tahu dari apa cinta dibuat. Formula macam apa yang dikandungnya hingga membuat Ricardo Izecson “kaka” Dos Santos Leite tak pernah berpaling dari Caroline, yang membuat Charlie menolak mentah-mentah pabrik coklat raksasa Willy Wonka demi keluarga sederhananya, yang membuat seluruh rakyat Argentina menangis saat pahlawan negara mereka gugur hingga menginspirasi Paul Mauriat merangkai nada-nada menjadi lagu Don’t Cry for Me Argentina yang melegenda, yang sampai membuat Raja Louis 16 menghabiskan kekayaan negara untuk menghiasi istrinya, Marie Antoniette, dengan emas, kristal, dan berlian yang tak terkira, juga membuat seorang pria di China begitu sabar merawat istrinya yang koma selama 32 tahun hingga sadar di pertengahan November 2008 kemarin. Aku benar-benar ingin tahu. Bila saja kloning itu legal, orang pertama yang aku pilih untuk di-klon adalah Einstein. Aku ingin lihat apa pria berambut putih yang unik itu cukup pintar menjelaskan padaku formula cinta seperti saat ia menjelaskan teori relativitas E=mc2 pada para ilmuwan sedunia. Aku tak yakin soal itu. Ia mungkin pintar soal sains, tapi soal cinta?

Beryllus. Sedikit mengutip kata-kata Forest Gump dengan perubahan seperlunya. “Cinta itu seperti sekotak coklat, kita tidak akan pernah tahu apa yang kita hadapi”. Ya, itu benar. Satu hal yang aku tahu tentang cinta. Cinta tak selamanya bicara tentang sepasang kekasih. Cinta juga tak selalu tentang kata-kata romantis dan kecupan sayang. Tapi hidup selalu tentang cinta. Ke Antartika pun kamu berlari, di sanalah cinta akan menunggumu. Aku tak butuh rumus yang rumit atau teknologi paling mutakhir untuk menjelaskan mengapa hidup ini selalu tentang cinta. Karena cinta bukan eksak. Dan cinta adalah sebuah misteri kecil yang hanya bisa diungkap oleh mereka yang mencintai cinta. Satu hal lagi, kadangkala cinta memang menyebalkan saat kamu mendapati dia mengatakan benci. Tapi kamu harus tahu, itulah cinta yang sesungguhnya. Tak perlu diucapkan berulangkali karena cinta tak butuh publikasi.

0 comments:

Post a Comment