April 17, 2011

Personal Writing: Saat Kita Bukan Lagi Aku dan Kamu

Dari sekian milyar nama yang ada di dunia ini, aku memilih namamu untuk kusimpan di dalam hatiku. 
Bukan hanya cinta yang ada di sini. Yang ada di sini lebih dari itu. Yang ada di sini selalu membisikkan nama kita di setiap nafas yang kuhela. Yang ada di sini selalu membuatku sadar di setiap pagi-pagi kelabuku bahwa aku masih memiliki bayangmu untuk aku berpegang menjalani apa yang akan terjadi hari ini dan esok. Dan yang ada di sini menyanyikan serenade yang tak pernah kita dengar sebelumnya. Perlukah kita mengatakan ini hanya bagian dari imajinasi? Semacam making-world yang hanya ada di cerita Alice in the Wonderland, di mana segalanya bisa terjadi hanya dengan satu jentikan jari. Akankah kita terus menganggap ini imajiner? Bahwa aku dan kamu selalu ada di ruang yang berbeda dan tak akan pernah menemukan koridor yang menyatukan kita berdua. Tahukah kamu, aku selalu berpikir ini hari ulang tahunku setiap kali kamu tersenyum padaku dengan caramu. Membuatku memandangmu sebagai hadiah terindah Tuhan untukku, tanpa pita, tapi seindah siluet senja di langit barat. Tak inginkah kita mengabaikan dunia dalam 1 menit saja untuk sekedar saling bertatapan dengan cara kita masing-masing dan mendefinisikan kata “kita” sebenarnya? Aku tak ingin hanya berdiri di sini menatap punggungmu yang menjauh dan terus berharap dalam diam bahwa kamu akan menoleh ke belakang untuk satu kali saja. Apa yang akan kamu pilih untuk diucapkan?
Ini bukan dunia kita
atau
Maukah kamu menemaniku di dunia kita?
Berjanjilah, apapun yang kamu ucapkan, kata “kita” akan selalu ada. Meski “kita” bukan lagi berarti aku dan kamu. Tapi paling tidak biarkan aku memejamkan mata saat kamu mengatakannya, membayangkan itu masih “kita” yang dulu. Dan jangan bangunkan aku sebelum kamu benar-benar pergi dan tak akan pernah menoleh lagi.

0 comments:

Post a Comment