February 1, 2011

Personal Writing: Kelabu

Hujan (lagi). Pagi ini rasanya kelabu. Aku seperti terkena "early morning blue".
Kelabu, sendu, perasaan sedih tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Rasanya seperti kehilangan sesuatu, atau seseorang. Seperti yang dirasakan Bella saat tak mendapati Edward duduk bersama saudara-saudaranya di kafetaria sekolah. Mendung tiba-tiba, merasa kalah dan hanya ingin mengasihani diri sendiri bersama sekaleng soda.

Seperti yang dirasakan Louis saat melihat Lyla dipaksa masuk ke dalam mobil dan meninggalkannya di lengkungan itu. Membuat musik-musik disekitarnya seakan menghilang dan semua yang ia dengar hanyalah tetes air hujan di hatinya. Seperti yang dirasakan Hermione saat meninggalkan Ron merayakan kemenangan pertandingan Quidditch bersama Lavender Brown di ruang utama Gryffindor. Menangis, sangat terluka, sampai membuatnya mengucapkan mantera Opugno untuk menyerang Ron.

Bukan vampir yang luar biasa tampan dengan mata topaz dan berkulit porselen yang aku cintai. Bukan pula musisi jenius yang hidup dengan mendengarkan musik dan bicara pada bulan setiap malam. Dan aku juga tidak mencintai kipper Quidditch yang handal, penyihir berambut merah yang payah. Yang aku cintai lebih dari semua itu. Ia seperti bisa berubah menjadi apa saja di dalam pikiranku, seperti apa yang kuinginkan. Ia berubah menjadi saputangan di saat butir air mata itu menghampiri pipiku. Ia berubah menjadi selimut hangat yang tebal di saat aku menggigil di malam hari. Ia berubah menjadi cermin di hadapanku saat aku kehilangan rasa percaya diri dan tak ingat siapa diriku. Dan ia berubah menjadi peta bersuara di saat aku tersesat dan hilang. Tapi entah mengapa ia tak berubah menjadi apapun saat ini. Membiarkan aku tetap kelabu dan kehilangan dirinya. Membiarkan air mataku berderai-derai. Membiarkan aku menggigil kedinginan. Membiarkan aku lupa segalanya. Membiarkan aku.. hilang.

Hujan (lagi). Pagi ini tetap kelabu. Aku kembali terkena early morning blue.
Mungkin dia hanya sedang lelah. Dia perlu beristirahat dan menjadi dirinya sendiri. Baiklah, aku akan menunggunya di sini. Di sudut ruangan menatap ke jendela yang berembun dan dingin. Siapa tau ia datang dan diam-diam menjadi matahari di jendelaku yang hangat.

0 comments:

Post a Comment